Di
lingkungan kota kuliner ini, ada 2 food blogger ato food critic yg dominan;
sebutlah si K dan si M (bila anda pecinta makanan dan anda orang medan, you
know who they are .hehe). Si K, semua makanan liputannya selalu disebut enak,
semua resto dan tpt mkn, apapun jenis mknannya, pasti disebut enak, ho ciak.
Lain dengan si M yang lbh pedes kritikannya kadang-kadang. Rasa ayamnya hambar lah..
Ikannya keasinan lah.. Pelayanannya jelek lah.. Dan sebagainya. Saya pribadi
lebih mengikuti reviewnya si M, menurutku, reviewnya lebih jujur gitu, walaupun
kadang terasa sangat pedes dan ga enak di telinga. Bagaimanapun.. Saya sebagai
si awam, saya jadi lebih ngerti mana yang mana; yang enak yang seperti apa,
yang ga enak tu seperti apa. Kalo semua makanan disebut enak, jadi bingung kan
milihnya?
Hari ini,
sebagai seorang Kristen, tentu saja saya juga berharap dapet guidance dalam
pertumbuhan rohani saya. Saya belajar dan mengasah diri supaya lebih peka dalam
mengerti Sang kebenaran, supaya lebih ngerti membedakan yang benar dan yang
salah (discernment). Tetapi pada kenyataannya, saat saya mengerti yang mana yg
salah dan mana yang benar dan saya mengutarakannya, kenapa saya justru seperti
sedang menjelek-jelekkan orang lain?
Kenapa
jadinya orang lebih suka si K yang cuma ngomong segala yang baik dan enak? Apakah
kritik yg diberikan si M itu menjelekkan? Bukankah kritik yg diberikan si M
seharusnya bisa menjadi bahan pertimbangan bagi resto unruk berbenah diri?
Lalu kenapa
kita, orang kristen lebih suka mendengar apa yg enak2 saja yang positif saja
dan bukan apa yang benar (walaupun pedes)?